Friday, 4 January 2013

Sejatinya.

Sejatinya malam adalah sebuah masa dimana aku bisa berisitirahat sementara. Setelah melakukan aktifitas panjang di kala sinar matahari menyala.

Namun, masa ini kembali lagi. Bukan maksud kembali ke masa lampau tapi aku kembali lagi bertemu dan terjebak dalam suatu masa dan perasaan bahwa malam terasa kejam. Aku tak ingin menutup mata.

Semua kesalahanku tergambar jelas ketika menutup mata, di kala malam tiba. Sejatinya malam adalah masa romantisme berjaya. Menjadi selimut bagi aku dan kamu. Menjadi sebuah transisi waktu agar aku dan kamu bisa bertemu kembali dalam ruang nyata.

Malam sejatinya menjadi sebuah interval waktu, menjadi masa untuk menjahit asa aku dan kamu. Merangkai rindu dan harapan di masa yang akan datang. Malam sejatinya menjadi wadah penantian, yang dimana bila waktunya tiba, malam akan menjadi sebuah waktu sakral untuk kita mengikat dan memperkuat asa kita yang menyatu di gelapnya malam.

Mustinya seperti itu. Egoku berharap seperti itu, tapi sekarang malam menjadi musuh. Membuat detak jantung berdegup kencang, seolah aku sedang dikejar anjing gila. Lalu aku mencari tempat untuk mengumpat dari gelapnya malam. Aku tidak bisa menghindari sang raja malam.

Wajahnya halus dari kejauhan. Ketika aku mendekat, wajahnya menjadi sebuah catatan sejarah perjalanan hidup yang keras. Berlubang, ganas namun tangguh.

Kini, bagiku malam memberi hawa dingin yang menusuk tajam ke tulang hingga ke organ lunak dalam tubuh. Aku merindumu kekasihku. Rasanya menusuk. Ingin mendekapmu di kala malam menjadi sebuah impian. Aku merindumu sayang.

Sejatinya malam adalah masa bagi sang penyair cinta merangkai dan menyiarkan kalimat buaian bagi para pecinta. Tapi kini malam menjadi sebuah ironi.

Oh. Aku merindumu sayangku. Di malam ini. Ketika malam dan hujan menyatu. Membuat aku semakin kelabu. Aku tak bisa menggapaimu. Aku rindu kamu. Wangimu, senyummu, tatapanmu sayang. Aku ingin mendekapmu malam ini.

Sejatinya malam menjadi sebuah refleksi dari setiap kegiatan di siang hari. Malam kejam. Bintang menjadi angkuh. Begitu pula dengan hujan yang dengan angkuhnya bersekongkol dengan bulan dan bintang. Membuat aku merasa terpuruk dalam kesalahanku.

Maafkan aku sayang. Maafkan kesalahanku malam. Meski malam menjadi musuh, aku mencoba berdamai. Aku mengucap doa, untukmu kekasihku.

Tuhan. Aku sadar kesalahanku. Selama ini aku menjadi orang sombong, sok pintar, keras kepala, merasa paling benar. Engkau pernah menegurku, tapi aku kembali melakukan kesalahan yang sama. Aku mohon ampun Tuhan. Berikan aku kesempatan memperbaiki diriku. Dengan hadirnya dia disisiku, menyadarkan aku tapi aku melalaikan dan menyiakan dia. Tuhan, jangan ambil dia dariku. Dekatkan aku Tuhan dengan dia. Aku salah Tuhan. Aku menghilangkan orang baik dalam hidup. Aku menyesal. Terlambatkah aku? Masihkah ada kesempatan untukku?. Aku ingin berdamai dengan malam Tuhan. Jangan jauhkan aku dari dia, Tuhan. Berikan keikhlasan bagiku Tuhan. Berikan aku kesempatan lagi Tuhan. Tuhan.....


-remang warna merah muda. 02.35 wib, Bekasi, 6 januari 2013-

No comments: