Saturday 11 June 2011

Tuhan, dia tidak pandai dalam hal apapun, dan dia tidak dewasa.

akhirnya, mendapatkan juga waktu yang sudah lama dinanti-nantikan. sendiri, gelap,kepulan asap, senandung tembang mengalun, menerawang ke langit malam.

"and please, jadilah wanita dewasa ya dalam menghadapi masalah kamu".

kalimat itu, sulit baginya untuk dicerna. dua puluh empat tahun sudah menjalani apa yang namanya hidup. setiap hari pengalaman dan pelajaran berlalu. malam berganti pagi, pagi berganti malam. terus saja seperti itu. begitu banyak pelajaran, kebijaksanaan, dan arti yang berlalu. namun, tetap saja baginya sulit untuk dicerna. apa itu dewasa?. sejujurnya, sulit baginya untuk menyulam kata demi kata sehingga bisa menjadi kalimat yang setidaknya enak untuk dibaca. otaknya bergerak dengan cepat, bagaikan film yang sedang dipercepat geraknya, sehingga tidak bisa dihentikan di bagian mana yang tepat.


sigh.

sejak dulu, ada rasa getir, takut, dan malu, tapi ada pula rasa ingin menunjukan identitas dirinya di depan orang, terutama kedua orang tuanya. ingin menunjukkan siapa dia sesungguhnya. menunjukan bahwa setidaknya dia adalah manusia yang cukup berguna. berharap berguna bagi kedua orang tuanya. baginya, dia merasa cukup dapat menjalani, menyadari dan menghadapi kerasnya hidup ini. terperangkap dalam kejenuhan rutinitas sehari-hari. terbelenggu dalam sebuah identitas baru dan idealismenya. membuat ruang geraknya terbatas. kemudian, berakhir dalam satu kesimpulan bahwa dia hanya orang bodoh yang belum mampu dan cukup tahu dan cukup pintar dalam menjalani semua ini.

ya, dia memang tidak sepandai kedua saudaranya. kedua saudara yang menjadi kebanggaan orang tuanya. kedua saudara yang berbeda tingkah laku dan kepribadian dengan dirinya. salahkah dia Tuhan, jika dia merasa bahwa dia berbeda dengan kedua saudaranya? salahkah dia Tuhan bahwa dia memiliki keinginan, kebiasaan, dan kesukaan yang berbeda? salahkan dia Tuhan bahwa dia memberontak? salahkah dia Tuhan bahwa dia akhirnya memilih untuk bungkam? salahkah dia Tuhan bahwa akhirnya dia bersikap acuh? salahkah dia Tuhan bahwa akhirnya dia mencari sebuah kenyamanan di luar lingkungan kecilnya, yaitu keluarganya? salahkah dia Tuhan?.

lahir dua puluh empat tahun yang lalu, di bulan akhir tahun. dia perasa, dia suka berteman, bertemu banyak orang, dia suka bicara, dia suka bermain, dia suka bermimpi, dia suka olahraga, dia suka jalan-jalan, dia suka merokok, dia suka minum bir, dia suka duduk berlama-lama di kedai kopi atau tempat makan bersama teman-temannya menghabiskan waktu, berbicara, tertawa, dia suka sepatu, dia suka baju, dia suka tas, dia suka bersolek walaupun tidak berlebihan, dia suka menulis walaupun tidak lihai, dia suka berbohong walaupun terpaksa, hanya agar dia bisa mendapat apa yang dia inginkan dan dia malas.

dia tidak pintar, dia tidak suka matematika, yang intinya dia tidak suka berhitung. dia tidak suka hal yang berbau politik, hukum dan birokrasi. dia tidak banyak paham tentang hukum ketatanegaraan, dia tidak banyak tahu sejarah, pengetahuan dia tidak seluas kedua saudaranya. dia tidak pintar dalam teknologi, dia tidak pandai dalam menjaga emosinya bahkan menutupi emosinya dia tidak bisa, dia tidak pandai dalam bahasa asing, kemampuan bahasa asing yang dia miliki sejak kecil semakin melemah, kalah jauh dari kedua saudaranya. dia tidak memiliki prestasi yang banyak. dia tidak pandai dalam mengatur keuangan, intinya dia boros, dan dia tidak pandai dalam berkomunikasi (dia malu karena lulus sebagai sarjana sosial dari fakultas ilmu komunikasi, di salah satu universitas negeri di negaranya).

dia sadar kelemahan dia. dia tahu, dimana dia salah. ya, walaupun dia keras kepala.tapi, dia cukup yakin bahwa dia tidak bodoh. dia ingin belajar, dia ingin bisa, dia ingin pintar, dia ingin berwawasan luas. singkat kata, dia ingin bisa sejajar dengan kedua saudaranya. dia ingin dilihat, ingin didengar, diperhatikan oleh kedua orang tuanya. ya, hanya itu yang dia inginkan.

dia menyesal dalam waktu yang singkat, ketika di masa sekolah dulu, dia tidak benar-benar mempelajari apa yang seharusnya dia pelajari. dia benar-benar menyesal ketika di masa itu dia menjadi pelajar yang malas. dia menyesal. terlambatkah dia, Tuhan, jika dia ingin memperbaiki semuanya?. jika ya, maka kuatkanlah dia dalam menjalani ini semua.

dia perasa, dia ingin menangis, menjerit, berlari jauh, menghilangkan rasa perih, sakit, marah, kesal, dan sedikit dendam yang dia simpan di dalam lubuk hatinya. dia ingin menjadi lebih baik. dia ingin berubah, mungkinkah Tuhan?!.

dia memang tidak dewasa, dan dia tidak pandai dalam hal apapun. namun, dia ingin belajar, dia ingin bisa. paling tidak nanti, di waktu yang tepat dia bisa hidup di atas kaki dia sendiri, tidak menyusahkan orang lain. dia hanya ingin itu Tuhan.

Tuhan, dia malu, dia sangat malu!.