Saturday 29 December 2012

dunia. tempat kaki kita berpijak.

Ternyata dunia seperti ini. Begitu banyak varian manusia dengan segala kompleksitas kepribadian. Kita tidak bisa dan mungkin tidak berhak menyatakan siapa yang paling benar dan paling baik diantara miliaran manusia yang pernah bertemu dan bekerja sama dengan kita.

Mungkin ada "benar"-nya pernyataan yang ditulis oleh salah satu novelis perempuan indonesia, di salah satu novel fiksinya. Dalam novelnya, ia menuliskan kebenaran hakiki biarlah milik sang khalik, biarkan menjadi misteri. Karena dengan menjadi misteri, manusia akan berlomba-lomba untuk terus mencari sebuah "kebenaran". Manusia hanya mampu dan (mungkin) hanya diperbolehkan untuk berbuat kebaikan, mungkin hanya kebaikan yang tidak menjadi misteri. Sesuatu yang baik (mungkin) belum tentu benar di mata sang khalik.

Hampir genap tiga tahun bergelut di bidang yang penuh dengan dinamika. Baik dari segi sosial, sistem, teknis, dan lain-lain. Bertemu dengan manusia-manusia yang beraneka ragam. Saya ragu untuk menceritakan ini, entah kenapa ada yang menghentikan saya untuk menuliskannya.

Sifat pongah, sombong, tinggi hati. Ya, sinonim kata. Sifat dasar manusia. Kekuasaan dan sebuah jabatan dalam sebuah struktural memang membutakan manusia. Tuhan, jangan jadikan saya termasuk dalam golongan orang-orang seperti itu. Amin.

Kalau memutar balik waktu. Dinamika dunia kerja itu keras dan kejam sob!. Ya, memang keras, dan harus pintar-pintar ber-tata krama. Tapi bagi saya sulitnya menjadi orang indonesia yang kental dengan budaya timur ini yang membuat semuanya serba sulit. Kadang keterbukaan dan kejujuran menjadi soal matematika yang sulit untuk dipecahkan. Karena apa?. Karena merasa tidak enak, takut menyinggung perasaan lawan bicara atau lingkungan sekitar. Inilah tidak enaknya menjadi orang timur. Terlalu terikat dan kental dengan sebuah penilaian.

Jadi, semakin lama berkecimpung di bidang ini, bertemu dengan ragam manusia. Menyadarkan saya banyak hal. Bahwa tidak semua manusia itu benar ataupun baik. Bahwa tidak semua hal perlu dibesar-besarkan. Maksudnya adalah ketika lawan bicara kita tipe orang yang memang tidak kredibel untuk diajak berdebat demi mencari sebuah solusi, maka saran terbaik adalah lebih baik mengalah saja. Meski ada perasaan dongkol atau sesak di dada, tapi jika dipikir lebih tenang dan terang. Kita hanya akan terjerumus dan terlibat dengan sebuah lingkaran komunikasi yang bodoh, karena lawan bicara kita tidak cukup kompetibel untuk diajak berargumen. Maka saran dan cara terbaik dibiarkan saja lalu menjadi sebuah catatan diri. Janganlah kamu, saya, atau kita menjadi salah satu orang-orang yang seperti itu.


- sudut ruang redaksi berita, palmerah selatan, 30 Desember 2012-