Sejatinya malam adalah sebuah masa dimana aku bisa berisitirahat sementara. Setelah melakukan aktifitas panjang di kala sinar matahari menyala.
Namun, masa ini kembali lagi. Bukan maksud kembali ke masa lampau tapi aku kembali lagi bertemu dan terjebak dalam suatu masa dan perasaan bahwa malam terasa kejam. Aku tak ingin menutup mata.
Semua kesalahanku tergambar jelas ketika menutup mata, di kala malam tiba. Sejatinya malam adalah masa romantisme berjaya. Menjadi selimut bagi aku dan kamu. Menjadi sebuah transisi waktu agar aku dan kamu bisa bertemu kembali dalam ruang nyata.
Malam sejatinya menjadi sebuah interval waktu, menjadi masa untuk menjahit asa aku dan kamu. Merangkai rindu dan harapan di masa yang akan datang. Malam sejatinya menjadi wadah penantian, yang dimana bila waktunya tiba, malam akan menjadi sebuah waktu sakral untuk kita mengikat dan memperkuat asa kita yang menyatu di gelapnya malam.
Mustinya seperti itu. Egoku berharap seperti itu, tapi sekarang malam menjadi musuh. Membuat detak jantung berdegup kencang, seolah aku sedang dikejar anjing gila. Lalu aku mencari tempat untuk mengumpat dari gelapnya malam. Aku tidak bisa menghindari sang raja malam.
Wajahnya halus dari kejauhan. Ketika aku mendekat, wajahnya menjadi sebuah catatan sejarah perjalanan hidup yang keras. Berlubang, ganas namun tangguh.
Kini, bagiku malam memberi hawa dingin yang menusuk tajam ke tulang hingga ke organ lunak dalam tubuh. Aku merindumu kekasihku. Rasanya menusuk. Ingin mendekapmu di kala malam menjadi sebuah impian. Aku merindumu sayang.
Sejatinya malam adalah masa bagi sang penyair cinta merangkai dan menyiarkan kalimat buaian bagi para pecinta. Tapi kini malam menjadi sebuah ironi.
Oh. Aku merindumu sayangku. Di malam ini. Ketika malam dan hujan menyatu. Membuat aku semakin kelabu. Aku tak bisa menggapaimu. Aku rindu kamu. Wangimu, senyummu, tatapanmu sayang. Aku ingin mendekapmu malam ini.
Sejatinya malam menjadi sebuah refleksi dari setiap kegiatan di siang hari. Malam kejam. Bintang menjadi angkuh. Begitu pula dengan hujan yang dengan angkuhnya bersekongkol dengan bulan dan bintang. Membuat aku merasa terpuruk dalam kesalahanku.
Maafkan aku sayang. Maafkan kesalahanku malam. Meski malam menjadi musuh, aku mencoba berdamai. Aku mengucap doa, untukmu kekasihku.
Tuhan. Aku sadar kesalahanku. Selama ini aku menjadi orang sombong, sok pintar, keras kepala, merasa paling benar. Engkau pernah menegurku, tapi aku kembali melakukan kesalahan yang sama. Aku mohon ampun Tuhan. Berikan aku kesempatan memperbaiki diriku. Dengan hadirnya dia disisiku, menyadarkan aku tapi aku melalaikan dan menyiakan dia. Tuhan, jangan ambil dia dariku. Dekatkan aku Tuhan dengan dia. Aku salah Tuhan. Aku menghilangkan orang baik dalam hidup. Aku menyesal. Terlambatkah aku? Masihkah ada kesempatan untukku?. Aku ingin berdamai dengan malam Tuhan. Jangan jauhkan aku dari dia, Tuhan. Berikan keikhlasan bagiku Tuhan. Berikan aku kesempatan lagi Tuhan. Tuhan.....
-remang warna merah muda. 02.35 wib, Bekasi, 6 januari 2013-
Friday, 4 January 2013
Gairah.
Hampir tiga tahun yang lalu, ini semua menjadi sebuah mimpi yang nyata. Lahir sebuah wadah yang memiliki niat luhur untuk memberikan sebuah informasi yang ingin mengedukasi masyarakat.
Indonesia. Hidup dua ratus jiwa majemuk di negara yang memiliki lebih dari 10.000 pulau. Berbagai macam harapan dan mimpi demi mendapatkan hidup yang layak. Infrastruktur yang belum merata di daerah menjadi PR panjang pemerintah indonesia. Siapapun yang menjabat di kursi nomor satu dan siapapun mereka yang duduk menjadi wakil rakyat.
Ini mungkin menjadi suara pesimis seorang individu, sebagai warga negara yang memimpikan Indonesia menjadi lebih baik. Mimpi panjang yang tak kunjung datang.
Memilih mengabdikan ilmu dan idealisme dalam suatu media. Menjadi solusi sementara untuk mewujudkan mimpi itu. Berusaha memberi tayangan informatif bagi masyarakat indonesia. Agar tidak terbelenggu dalam kebodohan drama dangkal, dan agar tidak terpatri dalam tayangan komersialisasi selebritas yang tidak mendidik sama sekali. Atau masyarakat diajak untuk bergunjing massal. Damn. Indonesia harusnya bisa lebih baik dari ini.
Memang masa sekarang bukanlah masa dimana generasi inovator lahir atau bangkit dari kubur. Tapi bukan pula masa yang terjebak dalam zona aman dan hanya mengikuti alur semata. Bisnis dan uang. Semua berbicara tentang uang. Terjebak dalam uang. Salah siapa?. Salah media kah yang telah mengarahkan manusia-manusia indonesia dimadu dengan rupiah?.
Berbicara realita memang uang lebih banyak bicara. Semua bisa dilaksanakan asal ada uang. Tapi sudah kah kita kehilangan hati nurani??
-sudut tangga lantai 5 palmerah, 04 januari 2013-
Indonesia. Hidup dua ratus jiwa majemuk di negara yang memiliki lebih dari 10.000 pulau. Berbagai macam harapan dan mimpi demi mendapatkan hidup yang layak. Infrastruktur yang belum merata di daerah menjadi PR panjang pemerintah indonesia. Siapapun yang menjabat di kursi nomor satu dan siapapun mereka yang duduk menjadi wakil rakyat.
Ini mungkin menjadi suara pesimis seorang individu, sebagai warga negara yang memimpikan Indonesia menjadi lebih baik. Mimpi panjang yang tak kunjung datang.
Memilih mengabdikan ilmu dan idealisme dalam suatu media. Menjadi solusi sementara untuk mewujudkan mimpi itu. Berusaha memberi tayangan informatif bagi masyarakat indonesia. Agar tidak terbelenggu dalam kebodohan drama dangkal, dan agar tidak terpatri dalam tayangan komersialisasi selebritas yang tidak mendidik sama sekali. Atau masyarakat diajak untuk bergunjing massal. Damn. Indonesia harusnya bisa lebih baik dari ini.
Memang masa sekarang bukanlah masa dimana generasi inovator lahir atau bangkit dari kubur. Tapi bukan pula masa yang terjebak dalam zona aman dan hanya mengikuti alur semata. Bisnis dan uang. Semua berbicara tentang uang. Terjebak dalam uang. Salah siapa?. Salah media kah yang telah mengarahkan manusia-manusia indonesia dimadu dengan rupiah?.
Berbicara realita memang uang lebih banyak bicara. Semua bisa dilaksanakan asal ada uang. Tapi sudah kah kita kehilangan hati nurani??
-sudut tangga lantai 5 palmerah, 04 januari 2013-
Thursday, 3 January 2013
Kaos Hitam.
Jumat. Tepat jam dua belas malam. Tanggal dua puluh delapan desember. Genap sudah umur, menjadi dua puluh enam tahun. Wow!.
Duduk, makan bersama dengan ketiga teman kantor. Ketiganya bergilir memberikan ucapan selamat. Tapi kamu, yang aku tunggu belum mengucapkannya. Tak mengapa, ucapku dalam hati. Karena aku tahu kamu sedang bertugas shift malam. Siaran langsung berita tengah malam.
Pukul setengah satu. Aku menunggumu di lobby bawah bersama kedua temanku, yang salah satunya bos dan satunya lagi rekan tim selama kurang lebih tujuh bulan liputan bersama. Akhirnya kamu yang aku tunggu turun juga dari lantai lima. Kamu datang menghampiri dan menyalami sekaligus cium pipi kiri dan kananku. Mengucap selamat ulang tahun. Kedua teman yang bersamaku tidak tahu menahu.
Singkat cerita. Dalam beberapa menit ke depan. Aku basah kuyup. Disiram air sebagai sebuah tanda perayaan akan hari lahirku, dua puluh enam tahun yang lalu. Tak lama, acara selesai. Bubar jalan. Pulang ke rumah masing-masing. Aku menuju mobilmu. Katamu ada kaos kering di mobil. Sudah kamu pakai tapi hanya sebentar. Katamu pakai saja, daripada kamu masuk angin. Tapi, lalu kamu meminta maaf. Karena kamu berpikir ada handuk kering di dalam mobilmu, tapi ternyata hanya ada kaos hitam yang kamu ganting di kursi samping pengemudi.
Kamu tawarkan aku untuk ganti baju basahki dengan kaos hitam kering yang sudah kamu pakai. Sesaat aku memakai kaosmu. Kuhirup wangi khas kamu. Aku suka sekali. Membuatku ingin memelukmu segera. Namun, kamu terlalu sibuk dengan kotak putih, berisikan enam muffin yang segera akan kamu nyalakan lilin diatasnya untuk aku tiup sambil mengucap harapan di hari lahirku.
Maaf ya, aku hanya bisa kasih ini, katanu. Aku tersenyum. Tidak apa-apa, ini lebih dari cukup. Aku bisa berdua sama kamu. Kataki lembut sambil malu. Lalu, kamu antarkan aku menuju mobilku yang parkir lumayan agak jauh dari mobilmu. Sungguh. Inginku lebih lama bersama kamu. Menghabiskan waktu di hariku bersama kamu. Tapi Tuhan, belum mempertemukan waktu itu buat kita.
Setiba di rumah. Kaos hitam kamu, kuganti. Tapi tak kubiarkan masuk ke dalam tempat pakaian kotor. Kubiarkan di meja, sambil sesekali kucium bau wangi khas tubuhmu. Aku semakin rindu. Malam, saatki ingin terlelap. Kuputuskan untuk membawa kaos hitam mu tidur bersamaku. Kuhirup wanginya, seolaj ada kamu di sampingku malam itu. Kukirim pesan singkat kepadamu. Aku tidur sama kaos kamu, sambil aku cium wangi kamu. Aneh ya aku. Begitu isi pesan singkatku. Kamu membalas dengan tawa dan bilang bahwa kamu sudah tau dan terbiasa kalau kamu aneh. Ah, pikirku. Tidak apa aneh, yang penting aku senang dan nyaman karena rindu sekali tapi wangi kaos hitam ini mengobati rinduku. Meskipun sedikit.
Lalu hari berlalu, kaos hitam kamu masih bersamaku. Hari berganti, antara kamu dan aku sedang dirudung masalah. Membuat kita berargumen hal yang sama. Kita dirudung amarah dan kalut karena emosi. Tapi, ketika malam tiba. Kaos hitam kamu tidak pernah absen. Kaos hitam kamu selalau menemani lelapnya tidurku. Emosi ku terhadap kamu reda karena kaos hitam mu. Wangi khas mu membantuku untuk meredam emosiki. Hingga sampai pada titik saat ini. Dan malam ini dimana aku mengetik kata-kata ini di monitor laptopku. Kaos hitam mu setia berada di samping atau di dada ku.
Aneh?. Ya, tak mengapa. Aku senang wangi khas kamu. Kaos hitam mu wanginya kian samar, tercampur dengan wangiku. Tapi ketika kuhirup lebih dalam, aku tau wangi khas mu masih tetap disitu. Tak hilang. Masih disitu, setia menemani malam lelapku. Kuharap begitu pula dengan perasaan aku dan kamu.
-kaos hitam detail kartun flash dc comics- 04 januari 2013
Duduk, makan bersama dengan ketiga teman kantor. Ketiganya bergilir memberikan ucapan selamat. Tapi kamu, yang aku tunggu belum mengucapkannya. Tak mengapa, ucapku dalam hati. Karena aku tahu kamu sedang bertugas shift malam. Siaran langsung berita tengah malam.
Pukul setengah satu. Aku menunggumu di lobby bawah bersama kedua temanku, yang salah satunya bos dan satunya lagi rekan tim selama kurang lebih tujuh bulan liputan bersama. Akhirnya kamu yang aku tunggu turun juga dari lantai lima. Kamu datang menghampiri dan menyalami sekaligus cium pipi kiri dan kananku. Mengucap selamat ulang tahun. Kedua teman yang bersamaku tidak tahu menahu.
Singkat cerita. Dalam beberapa menit ke depan. Aku basah kuyup. Disiram air sebagai sebuah tanda perayaan akan hari lahirku, dua puluh enam tahun yang lalu. Tak lama, acara selesai. Bubar jalan. Pulang ke rumah masing-masing. Aku menuju mobilmu. Katamu ada kaos kering di mobil. Sudah kamu pakai tapi hanya sebentar. Katamu pakai saja, daripada kamu masuk angin. Tapi, lalu kamu meminta maaf. Karena kamu berpikir ada handuk kering di dalam mobilmu, tapi ternyata hanya ada kaos hitam yang kamu ganting di kursi samping pengemudi.
Kamu tawarkan aku untuk ganti baju basahki dengan kaos hitam kering yang sudah kamu pakai. Sesaat aku memakai kaosmu. Kuhirup wangi khas kamu. Aku suka sekali. Membuatku ingin memelukmu segera. Namun, kamu terlalu sibuk dengan kotak putih, berisikan enam muffin yang segera akan kamu nyalakan lilin diatasnya untuk aku tiup sambil mengucap harapan di hari lahirku.
Maaf ya, aku hanya bisa kasih ini, katanu. Aku tersenyum. Tidak apa-apa, ini lebih dari cukup. Aku bisa berdua sama kamu. Kataki lembut sambil malu. Lalu, kamu antarkan aku menuju mobilku yang parkir lumayan agak jauh dari mobilmu. Sungguh. Inginku lebih lama bersama kamu. Menghabiskan waktu di hariku bersama kamu. Tapi Tuhan, belum mempertemukan waktu itu buat kita.
Setiba di rumah. Kaos hitam kamu, kuganti. Tapi tak kubiarkan masuk ke dalam tempat pakaian kotor. Kubiarkan di meja, sambil sesekali kucium bau wangi khas tubuhmu. Aku semakin rindu. Malam, saatki ingin terlelap. Kuputuskan untuk membawa kaos hitam mu tidur bersamaku. Kuhirup wanginya, seolaj ada kamu di sampingku malam itu. Kukirim pesan singkat kepadamu. Aku tidur sama kaos kamu, sambil aku cium wangi kamu. Aneh ya aku. Begitu isi pesan singkatku. Kamu membalas dengan tawa dan bilang bahwa kamu sudah tau dan terbiasa kalau kamu aneh. Ah, pikirku. Tidak apa aneh, yang penting aku senang dan nyaman karena rindu sekali tapi wangi kaos hitam ini mengobati rinduku. Meskipun sedikit.
Lalu hari berlalu, kaos hitam kamu masih bersamaku. Hari berganti, antara kamu dan aku sedang dirudung masalah. Membuat kita berargumen hal yang sama. Kita dirudung amarah dan kalut karena emosi. Tapi, ketika malam tiba. Kaos hitam kamu tidak pernah absen. Kaos hitam kamu selalau menemani lelapnya tidurku. Emosi ku terhadap kamu reda karena kaos hitam mu. Wangi khas mu membantuku untuk meredam emosiki. Hingga sampai pada titik saat ini. Dan malam ini dimana aku mengetik kata-kata ini di monitor laptopku. Kaos hitam mu setia berada di samping atau di dada ku.
Aneh?. Ya, tak mengapa. Aku senang wangi khas kamu. Kaos hitam mu wanginya kian samar, tercampur dengan wangiku. Tapi ketika kuhirup lebih dalam, aku tau wangi khas mu masih tetap disitu. Tak hilang. Masih disitu, setia menemani malam lelapku. Kuharap begitu pula dengan perasaan aku dan kamu.
-kaos hitam detail kartun flash dc comics- 04 januari 2013
Hadiah terindah.
Empat hari tiga malam. Itulah hari yang akan membayar semua waktu kita yang telah hilang. Dicuri oleh aktifitas demi dapat terus menjalani hidup.
Di kota itu, yang dikenal dengan hawa dingin, anak muda yang kreatif, kota pelajar, dan kota yang secara geografis dikelilingi gunung-gunung, dan yang juga menjadi kota tempat kita menempuh ilmu untuk mendapat gelar sarjana. Nostalgia. Niat awal perjalanan kita sambil menikmati rindu yang kian lama terpendam dalam dada kita.
Aku rindu kamu. Bisikku. Kamu hanya diam, simpul senyuman mu muncul. Memberi jawaban akan bisikku. Tak bisa kugambarkan betapa bahagianya aku bahwa akhirnya tiba masa dimana kita bisa berdua. Ya, berdua. Hanya kamu dan aku. Berdua menikmati waktu yang berjalan lambat. Berdua menjahit rindu yang cukup lama terpisah.
Tiba malam hari. Waktu kita untuk berisitirahat. Berdua denganmu. Kamu di sebelah kiri dan aku di sebelah kanan. Ah, Tuhan. Bekukan saja waktu ini beberapa saat. Biar kunikmati setiap detiknya waktu bersama kekasihku. Kekasihku. Besar rinduku padamu.
Mata sipitmu semakin menyipit dilanda kantuk. Tidur yuk sayang, katamu lembut. Aku tersenyum, lalu mencari posisi nyaman tidur di dadamu sambil memeluk erat tubuhmu. Aku mendengar detak jantungmu. Aku mencium aroma tubuhmu. Aroma tubuh yang selalu membuatku seperti anak kecil merengek minta digendong. Ah, Tuhan. Sungguh, aku sayang makhluk ciptaan-Mu ini.
Kamu terlelap. Sepertiga malam aku terbangun. Aku masih di samping mu. Dengan berat kubuka mata. Memandangi mu adalah hal yang begitu nyaman dan tak hentinya aku mengucap syukur bisa melihat mu lelap di sisiku.
Kupandangi terus wajahmu. Dalam hati. Aku mengucap. Sayang sekali aku sama kamu. Sayang sekali. Lalu kukecup pipimu. Kukecup lagi, lagi, dan lagi. Hingga akhirnya kamu terbangun. Dengan berat kamu membuka mata. Kamu ga tidur sayang. Katamu bertanya. Aku hanya menggeleng. Dan sejenak lalu aku berkata. Aku lagi liatin kamu. Rasanya senang banget. Aku sayang kamu. Kamu hanya tersenyum manja sambil membuka tanganmu lebar, mengajak aku masuk dan lelap dalam pelukan mu.
Dalam tidurku di pelukanmu. Aku mengucap doa. Tuhan, jika Engkau menghendaki kami berdua, menjadi teman hidup hingga maut memisahkan. Maka jadikan malam ini sebuah awal cerita kami. Tuhan, aku memohon berikan selalu waktu bagiku untuk memandangi dia dalam tidurnya dan berikan aku pagi hari, ketika kubuka mata. Ada lah dia yang pertama kulihat. Tuhan, izinkan dia menjadi imamku kelak. Tuhan, ampuni dosa kami. Tuhan, inginku dia yang menjadi imamku, berikan petunjuk mu. Berikan kemudahan dalam perjalanan kami ke depan. Amin.
Selesai aku mengucap doa dalam hati. Aku makin merapatkan dan menenggelamkan tubuhku ke dalam pelukanmu. Aku kembali terlelap.
-remang temaram lampu kamar, Bekasi 04 januari 2013-
Di kota itu, yang dikenal dengan hawa dingin, anak muda yang kreatif, kota pelajar, dan kota yang secara geografis dikelilingi gunung-gunung, dan yang juga menjadi kota tempat kita menempuh ilmu untuk mendapat gelar sarjana. Nostalgia. Niat awal perjalanan kita sambil menikmati rindu yang kian lama terpendam dalam dada kita.
Aku rindu kamu. Bisikku. Kamu hanya diam, simpul senyuman mu muncul. Memberi jawaban akan bisikku. Tak bisa kugambarkan betapa bahagianya aku bahwa akhirnya tiba masa dimana kita bisa berdua. Ya, berdua. Hanya kamu dan aku. Berdua menikmati waktu yang berjalan lambat. Berdua menjahit rindu yang cukup lama terpisah.
Tiba malam hari. Waktu kita untuk berisitirahat. Berdua denganmu. Kamu di sebelah kiri dan aku di sebelah kanan. Ah, Tuhan. Bekukan saja waktu ini beberapa saat. Biar kunikmati setiap detiknya waktu bersama kekasihku. Kekasihku. Besar rinduku padamu.
Mata sipitmu semakin menyipit dilanda kantuk. Tidur yuk sayang, katamu lembut. Aku tersenyum, lalu mencari posisi nyaman tidur di dadamu sambil memeluk erat tubuhmu. Aku mendengar detak jantungmu. Aku mencium aroma tubuhmu. Aroma tubuh yang selalu membuatku seperti anak kecil merengek minta digendong. Ah, Tuhan. Sungguh, aku sayang makhluk ciptaan-Mu ini.
Kamu terlelap. Sepertiga malam aku terbangun. Aku masih di samping mu. Dengan berat kubuka mata. Memandangi mu adalah hal yang begitu nyaman dan tak hentinya aku mengucap syukur bisa melihat mu lelap di sisiku.
Kupandangi terus wajahmu. Dalam hati. Aku mengucap. Sayang sekali aku sama kamu. Sayang sekali. Lalu kukecup pipimu. Kukecup lagi, lagi, dan lagi. Hingga akhirnya kamu terbangun. Dengan berat kamu membuka mata. Kamu ga tidur sayang. Katamu bertanya. Aku hanya menggeleng. Dan sejenak lalu aku berkata. Aku lagi liatin kamu. Rasanya senang banget. Aku sayang kamu. Kamu hanya tersenyum manja sambil membuka tanganmu lebar, mengajak aku masuk dan lelap dalam pelukan mu.
Dalam tidurku di pelukanmu. Aku mengucap doa. Tuhan, jika Engkau menghendaki kami berdua, menjadi teman hidup hingga maut memisahkan. Maka jadikan malam ini sebuah awal cerita kami. Tuhan, aku memohon berikan selalu waktu bagiku untuk memandangi dia dalam tidurnya dan berikan aku pagi hari, ketika kubuka mata. Ada lah dia yang pertama kulihat. Tuhan, izinkan dia menjadi imamku kelak. Tuhan, ampuni dosa kami. Tuhan, inginku dia yang menjadi imamku, berikan petunjuk mu. Berikan kemudahan dalam perjalanan kami ke depan. Amin.
Selesai aku mengucap doa dalam hati. Aku makin merapatkan dan menenggelamkan tubuhku ke dalam pelukanmu. Aku kembali terlelap.
-remang temaram lampu kamar, Bekasi 04 januari 2013-
Subscribe to:
Posts (Atom)