Friday, 8 April 2011

buruh berpendidikan dan bertitel pula.

kami ini manusia produk asli indonesia. melalui proses pendidikan yang membutuhkan biaya yang tidak murah. kami mendapat bekal untuk menghadapi apa itu namanya peperangan dalam dunia nyata.

peperangan yang dimaksud adalah bagaimana kami, manusia-manusia produksi asli indonesia ini dapat menggapai cita-cita kehidupan yang lebih baik daripada orang tua kami miliki dahulu. garis besarnya, kami ini adalah produk untuk menjadikan kualitas hidup menjadi lebih baik lagi dari kehidupan yang lampau. selain itu juga, sebagai simbol dan bukti nyata keberhasilan orang tua kami dalam mencetak atau bahasa halusnya dalam mendidik generasi yang berguna bagi mengangkat nama baik keluarga. bagi saya, tidak ada sangkut pautnya untuk negara. negara saja tidak peduli dengan kesejahteraan, haruskah kami, mengabdikan pilihan hidup kami kepada negara?. walaupun, sebenarnya kami ini tidak akan pernah bisa mengelak dari yang namanya "tanggung jawab sebagai warga negara".

dalam proses peperangan itu, kita diberikan pilihan dan hak suara dalam menentukan kemana, bagaimana cara kita menggapai cita-cita itu, namun tidak sedikit juga yang tidak diberikan keleluasaan dalam menentukan pilihannya.

beruntung bagi kami yang dapat menggunakan pilihan dan hak suaranya dalam menentukan pilihan, karena kami dapat mengambil langkah-langkah apa yang pantas dan sesuai dengan kemampuan kami dalam menggapai cita-cita itu tadi.

tapi, sayang, kami ini hanyalah buruh. ya, buruh!. bedanya, kami ini buruh yang memiliki sedikit keberuntungan dalam mendapatkan pendidikan yang layak, dikarenakan orang tua kami mampu membiayai pendidikan dasar hingga tinggi, yang kalau dijumlahkan mungkin sudah miliaran atau mungkin lebih, ditambah dengan hal-hal kecil yang mengikutinya.

jadi, kami sepatutnya tidak boleh menyombongkan diri dengan buruh. karena, silahkan buka mata. buruh bekerja dengan waktu yang cukup panjang dengan penghasilan yang tidak sesuai dengan jam kerjanya. lalu, bedanya dengan kami yang berpendidikan apa?. kami juga bekerja dengan waktu yang cukup panjang dengan penghasilan yang tidak seberapa. perbedaannya hanya pada jenis industri dimana kita bekerja, jam kerja, nominal penghasilan, fasilitas yang didapat, dan mungkin asuransi jiwa dan kesehatan (sejauh ini, baru itu yang diketahui dan dipahami).


bagi saya, tingginya pendidikan seseorang tidak menjadi sebuah variabel ukur yang patut dibanggakan. karena, pada dasarnya kami, manusia produk asli indonesia ini hanyalah buruh dengan titel sarjana yang berpendidikan, yang ujung-ujungnya bermuara kepada bagaimana cara memenuhi kebutuhan materi dan kehidupan yang (jauh) lebih baik lagi.

kalau bicara materi, rasanya berapa pun besar nominal yang dihasilkan, tidak akan pernah cukup. jadi, bagaimana ya untuk kami, manusia produk indonesia ini agar dapat menerima "nasib" yang jauh dari sifat konsumerisme dan budaya materialis? (sama aja atau beda? you decide:D). karena, kami ini hanya buruh, kalau kami ini sudah tidak diberi penghasilan oleh orang lain, mungkin kami boleh untuk mengangkat dagu sedikit (tapi jangan terlalu tinggi ya) berbangga hati, bahwa setidaknya kami sudah keluar dari lingkaran buruh tadi.

namun, pesan moralnya, kami harus selalu ingat tempat asal kami dulu. tempat dimana kami lahir sebelum menjadi seorang "bos".


(pasti bakal gw koreksi, karena udah ga konsen, kebelet ke toilet, perlu memahami lebih lanjut tentang perkembangan nasib buruh bertitel sarjana ini ke depannya gimana :D)

No comments: